Let's Start

Let's to Learn.. Never too Late to Start Something


Leave a comment

COTO MAKASSAR (Indonesia Original Food)

Bahan Bahan yang diperlukan:

  • 1 kg daging sapi bagian paha atau apa saja
  • 2 liter air cucian beras putih
  • 5 batang serai, dimemarkan dulu
  • 5 lembar daun salam
  • 250 gram kacang tanah, goreng, tumbuk, dan haluskan.
  • 3 sendok makan minyak goreng, untuk menumis
  • 5 cm jahe, memarkan
  • 1 ruas lengkuas, dimemarkan dulu

Bumbu yang dihaluskan: – 8 butir kemiri disangrai dulu – 10 siung bawang putih – 1 sendok makan ketumbar, disangrai dulu – 1 sendok teh jintan, disangrai dulu – 1 sendok makan garam – 1 sendok teh merica butiran. Pelengkap: – Bawang goreng garing – Irisan daun bawang segar – Irisan seledri segar

Cara Membuat Coto Makassar asli:

  1. – Pertama rebus daging sapi bersama air cucian beras, serai, lengkuas, jahe, dan daun salam sampai empuk (lebih bagus pake presto), lalu potong-potong dadu,tiriskan.air rebusannya (kaldu) jangan dibuang. Optional : Jika ada jeroan, (hati,jantung dll) harap direbus dengan air biasa dan ditempat terpisah.
  2. – Kemudian Panaskan minyak goreng, tumis bumbu yang dihaluskan diatas hingga harum.
  3. – Bumbu yang sudah ditumis tersebut kemudian dimasukkan ke dalam kaldu panaskan lagi, tambahkan kacang tanah goreng yang sudah dihaluskan, kemudian tunggu sampai mendidih.

 

Materials needed :

1 kg beef or any part of the thigh
2 liters of white rice water
5 stalks lemongrass , crushed first
5 bay leaves
250 grams of peanuts , fried , mashed , and puree .
3 tablespoons oil , for sauteing
5 cm ginger , crushed
1 vertebra galangal , crushed first

Spices that are : – 8 cloves roasted pecans first – 10 cloves garlic – 1 tablespoon coriander , toasted first – 1 teaspoon cumin , toasted first – 1 tablespoon salt – 1 teaspoon pepper grains . Complement : – crisp fried onions – sliced ​​fresh chives – sliced ​​fresh celery

How to Make Coto Makassar original :

  1. First boiled beef with rice water , lemongrass , galangal , ginger , and bay leaf until tender ( better use presto ) , then cut into cubed, boiled tiriskan.air ( broth ) should not be discarded . Optional : If there is offal , ( liver , heart , etc. ) please boiled with water and separate place.
  2. Then the Heat oil , fry the spices until fragrant smoothed over .
  3. Seasoning the pan is then inserted into the broth heat again , add the fried peanuts finely ground , then wait for it to boil .

upload coto makassar

SELAMAT MENCOBA


Leave a comment

PERBANDINGAN PELAKSANAAN SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA DENGAN NEGARA LAIN

PERBANDINGAN PELAKSANAAN SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA DENGAN NEGARA LAIN

Berikut ini perbandingan sistem pemerintahan negara Indonesia dengan negara lain, baik yang menerapkan sistem pemerintahan presidensial maupun parlementer.

1.      Perbandingan sistem pemerintahan Indonesia dengan negara kawasan Asia

No. Ketegori Indonesia India China
1 Bentuk negara Kesatuan dengan otonomi luas. Federal dengan 26 negara dan 7 kesatuan teritorial. Kesatuan dengan 23 provinsi.
2 Bentuk Pemerintahan Republik. Republik. Republik.
3 Sistem Pemerintahan Presidensial untuk masa jabatan 5 tahun. Parlementer untuk masa jabatan 5 tahun. Parlementer.
4 Eksekutif Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Dipilih langsung oleh rakyat. Presiden sebagai kepala negara dan perdana menteri sebagai kepala pemerintahan. Presiden dipilih oleh anggota perlemen. Perdana Menteri dipilih oleh mayoritas anggota parlemen. Presiden sebagai kepala negara. Presiden dan wakil dipilih oleh Kongres Rakyat Nasional.
5 Legislatif atau Parlemen Bikameral, yaitu DPR dan DPD. Anggota DPR dan DPD menjadi anggota MPR. Bikameral, yaitu Dewan Negara (Rajya Sabha) dan Majelis Rakyat (Lok Sabha). Unikameral, yaitu Nasional People’s Congress atau Qu Anguo Ranim Daibiao Dahuo untuk masa 5 tahun.
6 Yudikatif Mahkamah Agung, badan peradilan dibawahnya, dan Mahkamah Konstitusi. Supre Court. Supre Court, Local People Courts, Special Court.

 

2.     Perbandingan Sistem Pemerintahan Indonesia dengan Malaysia

Sistem pemerintahan negara Indonesia berdasarkan UUD 1945 adalah sistem presidensial. Sementara itu, sistem pemerintahan kerajaan Malaysia adalah parlementer. Letak perbedaan kedua sistem pemerintahan tersebut antara lain :

1.     Badan Eksekutif

1.    Badan eksekutif Kerajaan Malaysia terletak pada perdana menteri yang memeng kuasa pengatur dan sebagai penggerak pemerintahan negara.

2.     Badan eksekutif negara Indonesia terletak pada presiden yang mempunyai dua kedudukan sekaligus, yaitu sebagai kepala negara dan sebagai kepala pemerintahan.

2.     Badan Legisilatif atau Badan Perundangan

1.    Di Malaysia terdapat dua dewan utama dalam badan perundangan, yaitu Dewan Negara dan Dewan rakyat. Kedua Dewan ini mempunyai peranan untuk membuat undang-undang.

2.    Di Indonesia badan legislatif berada di tangan DPR (Dewan Perwakilan Rakyat). Badan mempunyai peranan untuk membuat undang-undang dengan persetujuan presiden.

3.      Perbandingan Sistem Pemerintahan Indonesia dengan negara kawasan Afrika

No. Kategori Indonesia Afrika Selatan Mesir
1 Bentuk negara Kesatuan dengan otonomi luas. Kesatuan dengan 9 provinsi. Kesatuan.
2 Bentuk Pemerintahan Republik. Republik. Republik.
3 Sistem Pemerintahan Presidensial untuk masa jabatan 5 tahun. Presidensial untuk masa jabatan 5 tahun. Presidensial untuk masa jabatan 6 tahun.
4 Eksekutif Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Dipilih langsung oleh rakyat. Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Dipilih oleh Majelis Nasional. Presiden sebagai Kepala Negara. Perdana Menteri sebagai kepala pemerintahan. Presiden diajukan oleh Majelis Rakyat yang dikuatkan oleh referendum Perdana Menteri ditunjuk oleh Presiden.
5 Legislatif atau Parlemen Bikameral, yaitu DPR dan DPD. Anggota DPR dan DPD menjadi anggota MPR. Bikameral terdiri dari Majelis Nasional dan Dewan Nasional Provinsi. Bikameral terdiri atas Majelis Rakyat (Majelis Alsha’b) dan Dewan Penasehat (Majelis Al-Shura).
6 Yudikatif Mahkamah Agung, badan peradilan dibawahnya, dan Mahkamah Konstitusi . Constitutional Court dan Spreme Court. Upreme Consitutional Court.

 

4.      Perbandingan Sistem Pemerintahan Indonesia dengan negara kawasan Eropa

No. Kategori Indonesia Inggris Prancis
1 Bentuk negara Kesatuan dengan otonomi luas. Kesatuan. Kesatuan dengan 23 daerah (region).
2 Bentuk Pemerintahan Republik. Monarki Konstitisional. Republik.
3 Sistem Pemerintahan Presidensial untuk masa jabatan 5 tahun. Parlementer untuk masa jabatan 5 tahun. Demokrasi presidensial untuk masa jabatan 5 tahun.
4 Eksekutif Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Dipilih langsung oleh rakyat. Ratu/Raja sebagai kepala negara dan perdana menteri sebagai kepala pemerintahan. Presiden sebagai kepala negara dipilih langsung oleh rakyat sedangkan perdana menteri diusulkan mayoritas Majelis Nasional dan diangkat presiden.
5 Legislatif atau Parlemen Bikameral, yaitu DPR dan DPD. Anggota DPR dan DPD menjadi anggota MPR. Bikameral terdiri atas Majelis Nasional dan Dewan Nasional Provinsi. Bikameral terdiri atas Majelis Rakyat (Majelis Al Asembly).
6 Yudikatif Mahkamah Agung, badan peradilan dibawahnya, dan Mahkamah Konstitusi. Supreme Court of England, Wales, and Northern Ireland, Scotland’s Court of Session, and Court of The Justiciary. Supreme Court of Appeal’s dan Constitutional of State.

 

5.      Perbandingan Sistem Pemerintahan Indonesia dengan negara kawasan Amerika

No. Kategori Indonesia Amerika Serikat Brazil
1 Bentuk negara Kesatuan dengan otonomi luas. Federal dengan 50 negara bagian dan 1 distrik. Federal dengan 26 negara bagian dan 1 distrik federal.
2 Bentuk Pemerintahan Republik. Republik. Republik.
3 Sistem Pemerintahan Presidensial untuk masa jabatan 5 tahun. Presidensial untuk masa jabatan 4 tahun Presidensial untuk masa jabatan 5 tahun.
4 Eksekutif Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Dipilih langsung oleh rakyat. Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Dipilih langsung oleh rakyat. Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Dipilih langsung oleh rakyat.
5 Legislatif atau Parlemen Bikameral, yaitu DPR dan DPD. Anggota DPR dan DPD menjadi anggota MPR. Bikameral yaitu Kongres terdiri atas Senat dan The House of Representative. Bikameral yaitu Kongres Nasional terdiri atas federal Senat dan The Chamber of Deputies.
6 Yudikatif Mahkamah Agung, badan peradilan dibawahnya, dan Mahkamah Konstitusi. Supreme Court United States Court of Appeal Unite States District Country Court. Supreme Federal Tribunal Higher Tribunal or Justice. Reginal Federal Tribunal.

 


Leave a comment

PERBANDINGAN PELAKSANAAN PEMILU ORDE LAMA, ORDE BARU DAN REFORMASI_Part 1

I.PENGERTIAN PEMILU

Dari berbagai sudut pandang, banyak pengertian mengenai pemilihan umum. Tetapi intinya adalah pemilihan umum merupakan sarana untuk mewujudkan asas kedaulatan di tangan rakyat sehingga pada akhirnya akan tercipta suatu hubungan kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Dan, ini adalah inti kehidupan demokrasi.

Pemilu dapat dipahami juga sebagai berikut:

Dalam undang-undang nomor 3 tahun 1999 tentang pemilihan umum dalam bagian menimbang butir a sampai c disebutkan:

Bahwa berdasarkan undang-undang dasar 1945, negara republik indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat;

Bahwa pemilihan umum merupakan sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam rangka keikutsertaan rakyat dalam penyelenggaraan pemerintahan negara

Bahwa pemilihan umum umum bukan hanya bertujuan untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk dalam lembaga Permusyawaratan/Perwakilan, melainkan juga merupakan suatu sarana untuk mewujudkan penmyusunan tata kehidupan Negara yang dijiwai semangat Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Demikian juga dalam bab I ketentuan umum pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa: “pemilihan umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam negara kesatuan republik indonesia yang berdasarkan pancasila dan undang-undangn 1945.

PemilihanUmum, selanjutnyadisebutPemilu, adalahsaranapelaksanaankedaulatanrakyatyang dilaksanakansecaralangsung, umum, bebas, rahasia, jujur, danadildalamNegara KesatuanRepublikIndonesia berdasarkanPancasiladanUndang-UndangDasarNegara RepublikIndonesia Tahun1945.

AsasPemilu: Pemiludilaksanakansecaraefektifdanefisienberdasarkanasaslangsung, umum, bebas, rahasia, jujur, danadil.

II. SISTEM PEMILU

A. Sistem perwakilan distrik (single member constituency)

Sistem distrik merupakan sistem pemilu yang paling tua dan didasarkan pada persatuan geografis, dimana satu kesatuan geografis mempunyai satu wakil di parlemen.

Kelemahan:

  • Kurangmemperhatikanpartaikecil/minoritas
  • Kurangrepresentatifkarenacalonyang kalahkehilangansuarapendukungnya

Kebaikan

  • Calonyang dipilihdikenalbaikkarenabatasdistrik
  • Mendorongkearahintegrasiparpol, karenahanyamemperebutkansatuwakil
  • Sederhanadanmudahdilaksanakan
  • Berkurangnyaparpolmemudahkanpemerintahanyang lebihstabil(integrasi)

B.Sistem Proporsional

Sistem Proporsional adalah seluruh wilayah merupakan satu kesatuan. Jadi seperti partai kecil yang memiliki suara di Papua, Kalimantan, dan lain-lain, bisa dijumlahkan, sehingga Sistem Proporsional memungkinkan partai-partai kecil berkiprah di parlemen. Jika mereka kalah di wilayah pemilihan tertentu, partai-partai kecil tidak otomatis gugur, karena masih ada akumulasi suara sisa yang memungkinkan mereka memperoleh kursi di DPR.

  • Jumlah kursi yang diperolehsesuaidenganjumlahsuara yang diperoleh
  • Wilayah Negara dibagi-bagi kedalam daerah-daerah tetapi batas-batasnya lebih besar daripada batas sistem distrik
  • Kelebihan suaradari jatah satu kursi bisa dikompensasikan dengan kelebihan daerah lain
  • Terkadang, dikombinasikandengan sistem daftar(list system), dimana daftar calon disusun berdasarkan peringkat

Kelemahan

  • Mempermudahfragmentasidantimbulnyapartai-partaibaru
  • Wakillebihterikatdanloyal denganpartaidaripadarakyatataudaerahyang diwakilinya
  • Banyaknyapartaibisamempersulitterbentuknyapemerintahstabil

Kelebihan

  • Setiapsuaradihitung, danyang kalahsuaranyadikompensasikan, sehinggatidakadasuarayang hilang

C.Sistem Gabungan

Sistem Gabungan merupakan sistem yang menggabungkan sistem distrik dengan proporsional sistem ini membagi wilayah negara dalam berbagai daerah pemilihan.sisa suara pemilih tidak hilang melainkan diperhitungangkan dengan jumlah kursi yang belum dibagi, sistem ini disebut juga sistem proposional berdasarkan stelsel dasar.

III. PEMILU ORDE LAMA

Pada masa sesudah kemerdekaan, Indonesia menganut sistem multi partai yang ditandai dengan hadirnya 25 partai politik. Hal ini ditandai dengan Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945 dan Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945. Menjelang Pemilihan Umum 1955 yang berdasarkan demokrasi liberal bahwa jumlah parpol meningkat hingga 29 parpol dan juga terdapat peserta perorangan.

Pada masa diberlakukannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, sistem kepartaian Indonesia dilakukan penyederhanaan dengan Penpres No. 7 Tahun 1959 dan Perpres No. 13 Tahun 1960 yang mengatur tentang pengakuan, pengawasan dan pembubaran partai-partai. Kemudian pada tanggal 14 April 1961 diumumkan hanya 10 partai yang mendapat pengakuan dari pemerintah, antara lain adalah sebagai berikut: PNI, NU, PKI, PSII, PARKINDO, Partai Katholik, PERTI MURBA dan PARTINDO. Namun, setahun sebelumnya pada tanggal 17 Agustus 1960, PSI dan Masyumi dibubarkan.

Dengan berkurangnya jumlah parpol dari 29 parpol menjadi 10 parpol tersebut, hal ini tidak berarti bahwa konflik ideologi dalam masyarakat umum dan dalam kehidupan politik dapat terkurangi. Untuk mengatasi hal ini maka diselenggarakan pertemuan parpol di Bogor pada tanggal 12 Desember 1964 yang menghasilkan “Deklarasi Bogor.”

Pemilu 1955

Hasil penghitungan suara dalam Pemilu 1955 menunjukkan bahwa Masyumi mendapatkan suara yang signifikan dalam percaturan politik pada masa itu. Masyumi menjadi partai Islam terkuat, dengan menguasai 20,9 persen suara dan menang di 10 dari 15 daerah pemilihan, termasuk Jakarta Raya, Jawa Barat, Sumatera Selatan, Sumatera Tengah, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tenggara Selatan, dan Maluku. Namun, di Jawa Tengah, Masyumi hanya mampu meraup sepertiga dari suara yang diperoleh PNI, dan di Jawa Timur setengahnya. Kondisi ini menyebabkan hegemoni penguasaan Masyumi secara nasional tak terjadi.

IV. PEMILU ORDE BARU

Orde Baru dikukuhkan dalam sebuah sidang MPRS yang berlangsung pada Juni-Juli 1966. diantara ketetapan yang dihasilkan sidang tersebut adalah mengukuhkan Supersemar dan melarang PKI berikut ideologinya tubuh dan berkembang di Indonesia. Menyusul PKI sebagai partai terlarang, setiap orang yang pernah terlibat dalam aktivitas PKI ditahan. Sebagian diadili dan dieksekusi, sebagian besar lainnya diasingkan ke pulau Buru.[8] Pada masa Orde Baru pula pemerintahan menekankan stabilitas nasional dalam program politiknya dan untuk mencapai stabilitas nasional terlebih dahulu diawali dengan apa yang disebut dengan konsensus nasional. Ada dua macam konsensus nasional, yaitu :

1. Pertama berwujud kebulatan tekad pemerintah dan masyarakat untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Konsensus pertama ini disebut juga dengan konsensus utama.

2. Sedangkan konsensus kedua adalah konsensus mengenai cara-cara melaksanakan konsensus utama. Artinya, konsensus kedua lahir sebagai lanjutan dari konsensus utama dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan. Konsensus kedua lahir antara pemerintah dan partai-partai politik dan masyarakat.

Pasca-Orde Baru

Mundurnya Soeharto dari jabatannya pada tahun 1998 dapat dikatakan sebagai tanda akhirnya Orde Baru, untuk kemudian digantikan “Era Reformasi”.Masih adanya tokoh-tokoh penting pada masa Orde Baru di jajaran pemerintahan pada masa Reformasi ini sering membuat beberapa orang mengatakan bahwa Orde Baru masih belum berakhir. Oleh karena itu Era Reformasi atau Orde Reformasi sering disebut sebagai “Era Pasca Orde Baru”.

V. PEMILU DI MASA REFORMASI

Berakhirnya rezim Orde Baru, telah membuka peluang guna menata kehidupan demokrasi. Reformasi politik, ekonomi dan hukum merupakan agenda yang tidak bisa ditunda. Demokrasi menuntut lebih dari sekedar pemilu. Demokrasi yang mumpuni harus dibangun melalui struktur politik dan kelembagaan demokrasi yang sehat. Namun nampaknya tuntutan reformasi politik, telah menempatkan pelaksanan pemilu menjadi agenda pertama.

Pemilu pertama di masa reformasi hampir sama dengan pemilu pertama tahun 1955 diwarnai dengan kejutan dan keprihatinan. Pertama, kegagalan partai-partai Islam meraih suara siginifikan. Kedua, menurunnya perolehan suara Golkar. Ketiga, kenaikan perolehan suara PDI P. Keempat, kegagalan PAN, yang dianggap paling reformis, ternyata hanya menduduki urutan kelima. Kekalahan PAN, mengingatkan pada kekalahan yang dialami Partai Sosialis, pada pemilu 1955, diprediksi akan memperoleh suara signifikan namun lain nyatanya.

Walaupun pengesahan hasil Pemilu 1999 sempat tertunda, secara umum proses pemilu multi partai pertama di era reformasi jauh lebih Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia (Luber) serta adil dan jujur dibanding masa Orde Baru. Hampir tidak ada indikator siginifikan yang menunjukkan bahwa rakyat menolak hasil pemilu yang berlangsung dengan aman. Realitas ini menunjukkan, bahwa yang tidak mau menerima kekalahan, hanyalah mereka yang tidak siap berdemokrasi, dan ini hanya diungkapkan oleh sebagian elite politik, bukan rakyat.

Pemilu 2004, merupakan pemilu kedua dengan dua agenda, pertama memilih anggota legislatif dan kedua memilih presiden. Untuk agenda pertama terjadi kejutan, yakni naiknya kembali suara Golkar, turunan perolehan suara PDI-P, tidak beranjaknya perolehan yang signifikan partai Islam dan munculnya Partai Demokrat yang melewati PAN. Dalam pemilihan presiden yang diikuti lima kandidat (Susilo Bambang Yudhoyono, Megawati Soekarno Putri, Wiranto, Amin Rais dan Hamzah Haz), berlangsung dalam dua putaran, telah menempatkan pasangan SBY dan JK, dengan meraih 60,95 persen.


Leave a comment

SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA SEBELUM DAN SESUDAH AMANDEMEN_Part 2

Menganalisa Sistem Pemerintahan Indonesia Sebelum da Sesudah Amandemen

SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA SEBELUM AMANDEMEN UUD 1945

Banyak warga / masyarakat yang mengatakan bahwa Indonesia masuk dalam masa kegelapan sebelum amandemen UUD 45. pernyataan tersebut didasarkan pada beberapa kenyataan bahwa aplikasi pelaksanaan dari pasal – pasal yang terdapat  pada UUD 45 banyak yang diselewengkan demi kepentingan pribadi, politik, serta golongan. Selain itu, UUD 45 yang dibuat dalam waktu yang sangat singkat dianggap sudah tidak bisa bisa diterapkan pada situasi dan kondisi yang terjadi di Indonesia saat ini. Apalagi ditambah dengan pandangan kritis dari kalangan akademisi yang melihat praktik kenegaraan yang tidak sesuai bahkan menyimpang jauh dari UUD 45.

Sistem pemerintahan sebelum pelaksanaan amandemen menyebutkan bahwa MPR merupakan lembaga tertinggi negara dan berperan sebagai pemegang dan pelaksana dari kedaulatan rakyat. Ini terlihat bahwa kekuasaan MPR sangat tidak terbatas. Apalagi dalam UUD 45 sebelum amandemen juga disebutkan bahwa MPR berhak untuk mengubah Undang – Undang Dasar serta memberhentikan presiden walaupun masih dalam masa jabatan bila presiden dianggap melanggar haluan negara dan atau Undang Undang Dasar.

Mengenai kewenangan DPR pada sistem pemerintahan sebelum amandemen UUD 45, DPR bisa meminta kepada MPR untuk mengadakan sidang istimewa dengan tujuan untuk meminta pertanggungjawaban presiden. Selain itu, DPR juga mempunyai wewenang untuk memberikan persetujuan atas Rancangan Undang – Undang yang diusulkan oleh presiden serta memberikan persetujuan atas PERPU dan anggaran. Disini dapat dilihat bahwa terjadi kerancuan pada kedudukan serta peran DPR terhadap kedudukan serta peran presiden.

Sebelum pelaksanaan amandemen UUD 45, disitu disebutkan bahwa presiden memiliki hak prerogatif yang sangat besar. Karena selain memegang kekuasaan eksekutif, presiden juga memegang kekuasaan legislatif serta yudikatif. Selain itu, dalam UUD 45 tidak disebutkan aturan yang membatasi masa jabatan presiden sehingga bisa jadi seseorang menjabat sebagai presiden hingga akhir hayatnya atau seumur hidup. Sehingga tidak heran bila presiden suharto pernah menjabat selama 32 tahun masa pemerintahan.

SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA SESUDAH AMANDEMEN 1945

Sebagai salah satu langkah reformasi dalam sistem perundang – undangan Indonesia, makan dibuatlah beberapa perubahan pada Undang – Undang Dasar tahun 1945 dengan pertimbangan penyesuaian dengan kondisi negara dan masyarakat Indonesia. Diharapkan dengan diadakannya amandemen , UUD 1945 sebagai dasar hukum negara Indonesia bisa lebih menyerap kebutuhan rakyat serta sesuai dengan kondisi yang terjadi saat ini. Karena UUD 1945 setelah amandemen dianggap lebih demokratis bila dibandingkan dengan UUD 1945 sebelum dilakukan amandemen.

Setelah dilakukan amandemen, MPR yang semula berisi anggota – anggota DPR dan kelompok – kelompok fungsional tambahan, termasuk militer, telah dirubah sehingga anggota MPR hanya terdiri dari anggota – anggota DPR dan DPD saja. Bila anggota DPR mewakili kepentingan – kepentingan partai politik, maka anggota DPD mewakili kepentingan – kepentingan daerah yang diwakilinya. Kedua naggota MPR tersebut dipilih oleh rakyat sehingga bisa dikatakan bahwa tidak terdapat lagi “kursi pesanan” untuk militer dan golongan – golongan yang lain.

Perubahan pada sistem pemerintahan setelah amandemen dilakukan juga terlihat jelas pada kekuasaan MPR dimana sebelumnya MPR memiliki kekuasaan – kekuasaan yang tidak terbatas dirubah menjadi : kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang Undang Dasar. Amandemen juga mencabut kekuasaan untuk membuat Undang – Undang dari tangan Presiden dan memberikan kekuasaan untuk membuat Undang – Undang tersebut kepada DPR. Sehingga jelas bahwa amandemen ingin mempertegas posisi check and balances antara presiden sebagai lembaga eksekutif dan DPR sebagai lembaga legislatif.

Setelah pelaksanaan amandemen, Presiden tetap memegang hak veto secara absolut untuk menolak segala rancangan Undang – Undang yang dibuat DPR pada tahap pembahasan. Langkah reformasi lembaga legislatif setelah amndemen adalah dibentuknya Dewan Perwakilan Daerah 9DPD) yang dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada masyarakat daerah untuk turut berperan aktif dalam pelaksanaan sistem pemerintahan, dimana ide ini sejalan dengan konsep otonomi daerah yang telah berjalan. Namun, otoritas DPD sangat terbatas bila dibandingkan dengan otoritas DRP.


Leave a comment

SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA SEBELUM DAN SESUDAH AMANDEMEN_Part 1

Negara adalah suatu organisasi yang meliputi wilayah, sejumlah rakyat, dan mempunyai kekuasaan berdaulat. Setiap negara memiliki sistem politik (political system) yaitu pola mekanisme atau pelaksanaan kekuasaan. Sedang kekuasaan adalah hak dan kewenangan serta tanggung jawab untuk mengelola tugas tertentu. Pengelolaan suatu negara inilah yang disebut dengan sistem ketatanegaraan.
Sistem ketatanegaraan dipelajari di dalam ilmu politik. Menurut Miriam Budiardjo (1972), politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu negara yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari negara itu dan melaksanakan tujuan-tujuan tersebut. Untuk itu, di suatu negara  terdapat kebijakan-kebijakan umum (public polocies) yang menyangkut pengaturan dan pembagian atau alokasi kekuasaan dan sumber-sumber yang ada.
Di Indonesia pengaturan sistem ketatanegaraan diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Daerah. Sedangkan kewenangan kekuasaan berada di tingkat nasional sampai kelompok masyarakat terendah yang meliputi MPR, DPR, Presiden dan Wakil Presiden, Menteri, MA, MK, BPK, DPA, Gubernur, Bupati/ Walikota, sampai tingkat RT.
Lembaga-lembaga yang berkuasa ini berfungsi sebagai perwakilan dari suara dan tangan rakyat, sebab Indonesia menganut sistem demokrasi. Dalam sistem demokrasi, pemilik kekuasaan tertinggi dalam negara adalah rakyat. Kekuasaan bahkan diidealkan penyelenggaraannya bersama-sama dengan rakyat.
Pada kurun waktu tahun 19992002, Undang-Undang Dasar 1945 telah mengalami empat kali perubahan (amandemen). Perubahan (amandemen) Undang-Undang Dasar 1945 ini, telah membawa implikasi terhadap sistem ketatanegaraan Indonesia. Dengan berubahnya sistem ketatanegaraan Indonesia, maka berubah pula susunan lembaga-lembaga negara yang ada.

Dalam sejarah indonesia, sudah beberapa kali pemerintah melakukan amandemen pada UUD 1945. Hal ini tentu saja dilakukan untuk menyesuaikan undang-undang dengan perkembangan zaman dan memperbaikinya sehingga dapat menjadi dasar hukum yang baik. Dalam proses tersebut, terdapat perbedaan antara sistem pemerintahan sebelum dilakukan amandemen dan setelah dilakukan amandemen. Perbedaan tersebut adalah:

1. MPR

SEBELUM AMANDEMEN

Sebelum dilakukan amandemen, MPR merupakan lembaga tertinggi negara sebagai pemegang dan pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat.

WEWENANG

  • membuat putusan-putusan yang tidak dapat dibatalkan oleh lembaga negara yang lain, termasuk penetapan Garis-Garis Besar Haluan Negara yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Presiden/Mandataris.
  • Memberikan penjelasan yang bersifat penafsiran terhadap putusan-putusan Majelis.
  • Menyelesaikan pemilihan dan selanjutnya mengangkat Presiden Wakil Presiden.
  • Meminta pertanggungjawaban dari Presiden/ Mandataris mengenai pelaksanaan Garis-Garis Besar Haluan Negara dan menilai pertanggungjawaban tersebut.
  • Mencabut mandat dan memberhentikan Presiden dan memberhentikan Presiden dalam masa jabatannya apabila Presiden/mandataris sungguh-sungguh melanggar Haluan Negara dan/atau Undang-Undang Dasar.
  • Mengubah undang-Undang Dasar.
  • Menetapkan Peraturan Tata Tertib Majelis.
  • Menetapkan Pimpinan Majelis yang dipilih dari dan oleh anggota.
  • Mengambil/memberi keputusan terhadap anggota yang melanggar sumpah/janji anggota.

SESUDAH AMANDEMEN

Setelah amandemen, MPR berkedudukan sebagai lembaga tinggi negara yang setara dengan lembaga tinggi negara lainnya seperti Lembaga Kepresidenan, DPR, DPD, BPK, MA, dan MK.

WEWENANG

  • Menghilangkan supremasi kewenangannya
  • Menghilangkan kewenangannya menetapkan GBHN
  • Menghilangkan kewenangannya mengangkat Presiden (karena presiden dipilih secara langsung melalui pemilu)
  • Tetap berwenang menetapkan dan mengubah UUD.
  • Melantik presiden dan/atau wakil presiden
  • Memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya
  • Memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden
  • Memilih Presiden dan Wakil Presiden dari dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam Pemilu sebelumnya sampai berakhir masa jabatannya, jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan.
  • MPR tidak lagi memiliki kewenangan untuk menetapkan GBHN

2. DPR

SEBELUM AMANDEMEN

Presiden tidak dapat membubarkan DPR yang anggota-anggotanya dipilih oleh rakyat melalui pemilihan umum secara berkala lima tahun sekali. Meskipun demikian, Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR.

WEWENANG

  • Memberikan persetujuan atas RUU yang diusulkan presiden.
  • Memberikan persetujuan atas PERPU.
  • Memberikan persetujuan atas Anggaran.
  • Meminta MPR untuk mengadakan sidang istimewa guna meminta pertanggungjawaban presiden.
  • Tidak disebutkan bahwa DPR berwenang memilih anggota-anggota BPK dan tiga hakim pada Mahkamah Konstitusi.

SESUDAH AMANDEMEN

Setelah amandemen, Kedudukan DPR diperkuat sebagai lembaga legislatif dan fungsi serta wewenangnya lebih diperjelas seperti adanya peran DPR dalam pemberhentian presiden, persetujuan DPR atas beberapa kebijakan presiden, dan lain sebagainya.

WEWENANG

  • Membentuk Undang-Undang yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama
  • Membahas dan memberikan persetujuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
  • Menerima dan membahas usulan RUU yang diajukan DPD yang berkaitan dengan bidang tertentu dan mengikutsertakannya dalam pembahasan
  • Menetapkan APBN bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD
  • Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan UU, APBN, serta kebijakan pemerintah.

3. PRESIDEN

SEBELUM AMANDEMEN

Presiden selain memegang kekuasaan eksekutif (executive power), juga memegang kekuasaan legislative (legislative power) dan kekuasaan yudikatif (judicative power). Presiden mempunyai hak prerogatif yang sangat besar. Tidak ada aturan mengenai batasan periode seseorang dapat menjabat sebagai presiden serta mekanisme pemberhentian presiden dalam masa jabatannya, sehingga presiden bisa menjabat seumur hidup.

WEWENANG

  • Mengangkat dan memberhentikan anggota BPK.
  • Menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (dalam kegentingan yang memaksa)
  • Menetapkan Peraturan Pemerintah
  • Mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri

PEMILIHAN
Presiden dan Wakil Presiden diangkat dan diberhentikan oleh MPR.

SETELAH AMANDEMEN

Kedudukan presiden sebagai kepala negara, kepala pemerintahan dan berwenang membentuk Undang-Undang dengan persetujuan DPR. Masa jabatan presiden adalah lima tahun dan dapat dipilih kembali selama satu periode.

WEWENANG

  • Memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD
  • Presiden tidak lagi mengangkat BPK, tetapi diangkat oleh DPR dengan memperhatikan DPD lalu diresmikan oleh presiden.
  • Memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara
  • Mengajukan Rancangan Undang-Undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Presiden melakukan pembahasan dan pemberian persetujuan atas RUU bersama DPR serta mengesahkan RUU menjadi UU.
  • Menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (dalam kegentingan yang memaksa)
  • Menetapkan Peraturan Pemerintah
  • Mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri
  • Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan DPR
  • Membuat perjanjian internasional lainnya dengan persetujuan DPR
  • Menyatakan keadaan bahaya

PEMILIHAN

Calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu sebelumnya. Pilpres pertama kali di Indonesia diselenggarakan pada tahun 2004.

Jika dalam Pilpres didapat suara >50% jumlah suara dalam pemilu dengan sedikitnya 20% di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari separuh jumlah provinsi Indonesia, maka dinyatakan sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih. Jika tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, maka pasangan yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam Pilpres mengikuti Pilpres Putaran Kedua. Pasangan yang memperoleh suara terbanyak dalam Pilpres Putaran Kedua dinyatakan sebagai Presiden dan Wakil Presiden Terpilih.

4. MAHKAMAH KONSTITUSI

SEBELUM AMANDEMEN

Mahkamah konstitusi berdiri setelah amandemen

SETELAH AMANDEMEN

WEWENANG

  • Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil Pemilihan Umum
  • Wajib memberi putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD 1945.

KETUA

Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh Hakim Konstitusi untuk masa jabatan 3 tahun. Masa jabatan Ketua MK selama 3 tahun yang diatur dalam UU 24/2003 ini sedikit aneh, karena masa jabatan Hakim Konstitusi sendiri adalah 5 tahun, sehingga berarti untuk masa jabatan kedua Ketua MK dalam satu masa jabatan Hakim Konstitusi berakhir sebelum waktunya (hanya 2 tahun). Ketua MK yang pertama adalah Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.. Guru besar hukum tata negara Universitas Indonesia kelahiran 17 April 1956 ini terpilih pada rapat internal antar anggota hakim Mahkamah Konstitusi tanggal 19 Agustus 2003.

Jimly terpilih lagi sebagai ketua untuk masa bakti 2006-2009 pada 18 Agustus 2006 dan disumpah pada 22 Agustus 2006. Pada 19 Agustus 2008, Hakim Konstitusi yang baru diangkat melakukan voting tertutup untuk memilih Ketua dan Wakil Ketua MK masa bakti 2008-2011 dan menghasilkan Mohammad Mahfud MD sebagai ketua serta Abdul Mukthie Fadjar sebagai wakil ketua.

HAKIM KONSTITUSI

Mahkamah Konstitusi mempunyai 9 Hakim Konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden. Hakim Konstitusi diajukan masing-masing 3 orang oleh Mahkamah Agung, 3 orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan 3 orang oleh Presiden. Masa jabatan Hakim Konstitusi adalah 5 tahun, dan dapat dipilih kembali untuk 1 kali masa jabatan berikutnya.

Hakim Konstitusi periode 2003-2008 adalah:

  1. Jimly Asshiddiqie
  2. Mohammad Laica Marzuki
  3. Abdul Mukthie Fadjar
  4. Achmad Roestandi
  5. H. A. S. Natabaya
  6. Harjono
  7. I Dewa Gede Palguna
  8. Maruarar Siahaan
  9. Soedarsono

Hakim Konstitusi periode 2008-2013 adalah:

  1. Jimly Asshiddiqie, kemudian mengundurkan diri dan digantikan oleh Harjono
  2. Maria Farida Indrati
  3. Maruarar Siahaan
  4. Abdul Mukthie Fajar
  5. Mohammad Mahfud MD
  6. Muhammad Alim
  7. Achmad Sodiki
  8. Arsyad Sanusi
  9. Akil Mochtar

5. MAHKAMAH AGUNG

SEBELUM AMANDEMEN

Kedudukan: :
Kekuasan kehakiman menurut UUD 1945 sebelum amandemen dilakukan oleh Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman (Pasal 24 (1)). Kekuasaan kehakiman hanya terdiri atas badan-badan pengadilan yang berpuncak pada Mahkamah Agung. Lembaga ini dalam tugasnya diakui bersifat mandiri dalam arti tidak boleh diintervensi atau dipengaruhi oleh cabang-cabang kekuasaan lainnya, terutama eksekutif.

WEWENANG
Sebelum adanya amandemen, Mahkamah Agung berwenang dalam kekuasaan kehakiman secara utuh karena lembaga ini merupakan lembaga kehakiman satu-satunya di Indonesia pada saat itu.

SETELAH AMANDEMEN

Kedudukan:
MA merupakan lembaga negara yang memegang kekuasaan kehakiman disamping itu sebuah mahkamah konstitusi diindonesia (pasal 24 (2) UUD 1945 hasil amandemen ). Dalam melaksanakan kekusaan kehakiman , MA membawahi Beberapa macam lingkungan peradilan, yaitu peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara( Pasal 24 (2) UUD 1945 hasil amandemen).

WEWENANG

  • Fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam Undang-undang seperti Kejaksaan, Kepolisian, Advokat/Pengacara dan lain-lain.
  • Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh Undang-Undang
  • Mengajukan 3 orang anggota Hakim Konstitusi
  • Memberikan pertimbangan dalam hal Presiden memberi grasi dan rehabilitasi

6. BPK

SEBELUM AMANDEMEN

Untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang peraturannya ditetapkan dengan undangundang. Hasil Pemeriksaan itu diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat” PASAL 23

SESUDAH AMANDEMEN

Pasal 23F
(1) Anggota BPK dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD dan diresmikan oleh Presiden.
(2) Pimpinan BPK dipilih dari dan oleh anggota.

Pasal 23G
(1) BPK berkedudukan di ibukota negara dan memiliki perwakilan di setiap propinsi
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai BPK di atur dengan undang-undang

Sistem pemerintahan ini tertuang dalam penjelasan UUD 1945 tentang 7 kunci pokok sistem pemerintahan. Yaitu :

• Indonesia adalah Negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat)
• Sistem Konstitusional.
• Kekuasaan tertinggi di tangan MPR
• Presiden adalah penyelenggara pemerintah Negara yang tertinggi di bawah MPR.
• Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR.
• Menteri Negara adalah pembantu presiden, dan tidak bertanggung jawab terhadap DPR.
• Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas.

Berdasarkan tujuh kunci pokok tersebut, sistem pemerintahan Indonesia menurut UUD 1945 menganut sistem pemerintahan presidensial.

Sistem pemerintahan ini dijalankan semasa Orde Baru dibawah kepemimpinan Presiden Suharto.

Ciri dari sistem pemerintahan presidensial ini adalah adanya kekuasaan yang amat besar pada lembaga kepresidenan.

Pada saat sistem pemerintahan ini, kekuasaan presiden berdasar UUD 1945 adalah sebagai berikut :

• Pemegang kekuasaan legislative.
• Pemegang kekuasaan sebagai kepala pemerintahan.
• Pemegang kekuasaan sebagai kepala Negara.
• Panglima tertinggi dalam kemiliteran.
• Berhak mengangkat & melantik para anggota MPR dari utusan daerah atau golongan.
• Berhak mengangkat para menteri dan pejabat Negara.
• Berhak menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan Negara lain.
• Berhak mengangkat duta dan menerima duta dari Negara lain.
• Berhak memberi gelaran, tanda jasa, dan lain – lain tanda kehormatan.
• Berhak memberi grasi, amnesty, abolisi, dan rehabilitasi.

Dampak negative yang terjadi dari sistem pemerintahan yang bersifat presidensial ini adalah sebagai berikut :

  • Terjadi pemusatan kekuasaan Negara pada satu lembaga, yaitu presiden.
  • Peran pengawasan & perwakilan DPR semakin lemah.
  • Pejabat – pejabat Negara yang diangkat cenderung dimanfaat untuk loyal dan mendukung kelangsungan kekuasaan presiden.
  • Kebijakan yang dibuat cenderung menguntungkan orang – orang yang dekat presiden.
  • Menciptakan perilaku KKN.
  • Terjadi personifikasi bahwa presiden dianggap Negara.
  • Rakyat dibuat makin tidak berdaya, dan tunduk pada presiden.Dampak positif yang terjadi dari sistem pemerintahan yang bersifat presidensial ini adalah sebagai berikut :
  • Presiden dapat mengendalikan seluruh penyelenggaraan pemerintahan.
  • Presiden mampu menciptakan pemerintahan yang kompak dan solid.
  • Sistem pemerintahan lebih stabil, tidak mudah jatuh atau berganti.
  • Konflik dan pertentangan antar pejabat Negara dapat dihindari.

Indonesia memasuki era reformasi. Dimana bangsa Indonesia ingin dan bertekad untuk menciptakan sistem pemerintahan yang demokratis. Oleh karena itu perlu disusun pemerintahan berdasarkan konstitusi (konstitusional). Yang bercirikan sebagai berikut :
• Adanya pembatasan kekuasaan ekskutif.
• Jaminan atas hak – hak asasi manusia dan warga Negara.

Sistem Pemerintahan Negara Indonesia Berdasar UUD 1945 setelah Diamandemen.

Pokok – pokok sistem pemerintahan ini adalah sebagai berikut :

• Bentuk Negara kesatuan dengan prinsip otonomi yang luas. Wilayah Negara terbagi menjadi beberapa provinsi.
• Bentuk pemerintahan adalah Republik.
• Sistem pemerintahan adalah presidensial.
• Presiden adalah kepala Negara sekaligus kepala pemerintahan.
• Kabinet atau menteri diangkat oleh presiden dan bertanggung jawab kepada presiden.
• Parlemen terdiri atas dua (bikameral), yaitu DPR dan DPD.
• Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh mahkamah agung dan badan peradilan di bawahnya.

Sistem pemerintahan ini pada dasarnya masih menganut sitem presidensial. Hal ini terbukti dengan presiden sebagai kepala Negara dan kepala pemerintahan. Presiden juga berada di luar pengawasan langsung DPR dan tidak bertanggung jawab terhadap parlemen.

Beberapa variasi dari sistem pemerintahan presidensial di Indonesia adalah sebagai berikut :

• Presiden sewaktu – waktu dapat diberhentikan MPR atas usul dan pertimbangan dari DPR.
• Presiden dalam mengangkat pejabat Negara perlu pertimbangan dan/atau persetujuan DPR.
• Presiden dalam mengeluarkan kebijakan tertentu perlu pertimbangan dan/atau persetujuan DPR.
• Parlemen diberi kekuasaan yang lebih besar dalam hal membentuk undang – undang dan hak budget (anggaran).

Dengan demikian, ada perubahan – perubahan baru dalam sistem pemerintahan Indonesia. Hal itu diperuntukkan dalam memperbaiki sistem presidensial yang lama. Perubahan baru tersebut, antara lain adanya pemilihan presiden secara langsung, sistem bicameral, mekanisme check and balance, dan pemberian kekuasaan yang lebih besar kepada parlemen untuk melakukan pengawasan dan fungsi anggaran.


2 Comments

Bolu Kukus Pelangi

Bahan :

250 gr mentega

250 gr terigu

225 gr gula pasir

100 gr susu kental manis

5 butir telur

1/2 sdt baking powder

1/2 sdt essence vanilla

TBM

pewarna makanan secukupnya. (hijau, pink, ungu, kuning)

 

Cara pembuatan :

1. Campurkan terigu dengan baking powder, ayak hingga merata.

2. Kocok telur, gula, TBM hingga mengembang.

3. Masukkan campuran terigu sedikit demi sedikit.

4. Kocok mentega dengan susu hingga merata secara terpisah.

5. Masukkan adonan mentega susu ke dalam adonan terigu.

6. bagi adonan menjadi 4 bagian lalu beri masing-masing pewarna.

7. tuang adonan di tengah loyang secara berselang-seling hingga adonan habis

8. Kukus hingga matang..

newSilahkan Mencoba


Leave a comment

PERS ERA REFORMASI

KEBEBASAN PERS di ERA REFORMASI

Perjalanan demokrasi di Indonesia masih dalam proses untuk mencapai suatu kesempurnan. Wajar apabila dalam pelaksaannya masih terdapat ketimpangan untuk kepentingan penguasa semata. Penguasa hanya mementingkan kekuasaan semata, tanpa memikirkankebebasan rakyat untuk menentukan sikapnya . Sebenarnya demokrasi sudah muncul pada zaman pemerintahan presiden Soekarno yang dinamakan model Demokrasi Terpimpin, lalu berikutnya di zaman pemerintahan Soeharto model demokrasi yang dijalankan adalah model Demokrasi Pancasila. Namun, alih-alih mempunyai suatu pemerintahan yang demokratis, model demokrasi yang ditawarkan di dua rezim awal pemerintahan Indonesia tersebut malah memunculkan pemerintahan yang otoritarian, yang membelenggu kebebasan politik warganya.

Begitu pula kebebasan pers di Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Soekarno dan masa pemerintahan Presiden Soeharto sangat dibatasi oleh kepentingan pemerintah. Pers dipaksa untuk memuat setiap berita harus tidak boleh bertentangan dengan pemerintah, di era pemerintahan Soekarno dan Soeharto, kebebasan pers ada, tetapi lebih terbatas untuk memperkuat status quo, ketimbang guna membangun keseimbangan antarfungsi eksekutif, legislatif, yudikatif, dan kontrol publik (termasuk pers). Karenanya, tidak mengherankan bila kebebasan pers saat itu lebih tampak sebagai wujud kebebasan (bebasnya) pemerintah, dibanding bebasnya pengelola media dan konsumen pers, untuk menentukan corak dan arah isi pers

Bagi Indonesia sendiri, pengekangan pemerintah terhadap pers di mulai tahun 1846, yaitu ketika pemerintah kolonial Belanda mengharuskan adanya surat izin atau sensor atas penerbitan pers di Batavia, Semarang, dan Surabaya. Sejak itu pula, pendapat tentang kebebasan pers terbelah. Satu pihak menolak adanya surat izin terbit, sensor, dan pembredelan, namun di pihak lain mengatakan bahwa kontrol terhadap pers perlu dilakukan.

Sebagai contoh adanya pembatasan terhadap pers dengan adanya SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers) sesuai dengan Permenpen 01/1984 Pasal 33h. Dengan definisi ”pers yang bebas dan bertanggung jawab”, SIUPP merupakan lembaga yang menerbitkan pers dan pembredelan.
Terjadinya pembredelan Tempo, Detik, Editor pada 21 Juni 1994, mengisyaratkan ketidakmampuan sistem hukum pers mengembangkan konsep pers yang bebas dan bertanggung jawab secara hukum. Ini adalah contoh pers yang otoriter yang di kembangkan pada rezim orde baru.

Tak ada demokrasi tanpa kebebasan berpendapat. Kebebasan berpendapat merupakan salah satu hak paling mendasar dalam kehidupan bernegara. Sesuai Prinsip Hukum dan Demokrasi, bahwa perlindungan hukum dan kepastian hukum dalam menegakkan hukum perlu ada keterbukaan dan pelibatan peran serta masyarakat. Untuk itu, kebebasan pers, hak wartawan dalam menjalankan fungsi mencari dan menyebarkan informasi harus dipenuhi, dihormati, dan dilindungi. Hal ini sesuai dengan UUD 45 Pasal 28 tentang kebebasan berserikat, berkumpul dan berpendapat.

Suatu pencerahan datang kepada kebebasan pers, setelah runtuhnya rezim Soeharto pada tahun 1998. Pada saat itu rakyat menginginkan adanya reformasi pada segala bidang baik ekonomi, sosial, budaya yang pada masa orde baru terbelenggu. Tumbuhnya pers pada masa reformasi merupakan hal yang menguntungkan bagi masyarakat. Kehadiran pers saat ini dianggap sudah mampu mengisi kekosongan ruang publik yang menjadi celah antara penguasa dan rakyat. Dalam kerangka ini, pers telah memainkan peran sentral dengan memasok dan menyebarluaskan informasi yang diperluaskan untuk penentuan sikap, dan memfasilitasi pembentukan opini publik dalam rangka mencapai konsensus bersama atau mengontrol kekuasaan penyelenggara negara.

Peran inilah yang selama ini telah dimainkan dengan baik oleh pers Indonesia. Setidaknya, antusias responden terhadap peran pers dalam mendorong pembentukan opini publik yang berkaitan dengan persoalan-persoalan bangsa selama ini mencerminkan keberhasilan tersebut.

Setelah reformasi bergulir tahun 1998, pers Indonesia mengalami perubahan yang luar biasa dalam mengekspresikan kebebasan. Fenomena itu ditandai dengan munculnya media-media baru cetak dan elektronik dengan berbagai kemasan dan segmen. Keberanian pers dalam mengkritik penguasa juga menjadi ciri baru pers Indonesia.

Pers yang bebas merupakan salah satu komponen yang paling esensial dari masyarakat yang demokratis, sebagai prasyarat bagi perkembangan sosial dan ekonomi yang baik. Keseimbangan antara kebebasan pers dengan tanggung jawab sosial menjadi sesuatu hal yang penting. Hal yang pertama dan utama, perlu dijaga jangan sampai muncul ada tirani media terhadap publik. Sampai pada konteks ini, publik harus tetap mendapatkan informasi yang benar, dan bukan benar sekadar menurut media. Pers diharapkan memberikan berita harus dengan se-objektif mungkin, hal ini berguna agar tidak terjadi ketimpangan antara rakyat dengan pemimpinnya mengenai informasi tentang jalannya pemerintahan.

Sungguh ironi, dalam sistem politik yang relatif terbuka saat ini, pers Indonesia cenderung memperlihatkan performa dan sikap yang dilematis. Di satu sisi, kebebasan yang diperoleh seiring tumbangnya rezim Orde Baru membuat media massa Indonesia leluasa mengembangkan isi pemberitaan. Namun, di sisi lain, kebebasan tersebut juga sering kali tereksploitasi oleh sebagian industri media untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya dengan mengabaikan fungsinya sebagai instrumen pendidik masyarakat. Bukan hanya sekedar celah antara rakyat dengan pemimpin, tetapi pers diharapkan dapat memberikan pendidikan untuk masyarakat agar dapat membentuk karakter bangsa yang bermoral. Kebebasan pers dikeluhkan, digugat dan dikecam banyak pihak karena berubah menjadi ”kebablasan pers”. Hal itu jelas sekali terlihat pada media-media yang menyajikan berita politik dan hiburan (seks). Media-media tersebut cenderung mengumbar berita provokatif, sensasional, ataupun terjebak mengumbar kecabulan.

Ada hal lain yang harus diperhatikan oleh pers, yaitu dalam membuat informasi jangan melecehkan masalah agama, ras, suku, dan kebudayaan lain, biarlah hal ini berkembang sesuai dengan apa yangmereka yakini.

Sayangnya, berkembangnya kebebasan pers juga membawa pengaruh pada masuknya liberalisasi ekonomi dan budaya ke dunia media massa, yang sering kali mengabaikan unsur pendidikan. Arus liberalisasi yang menerpa pers, menyebabkan Liberalisasi ekonomi juga makin mengesankan bahwa semua acara atau pemuatan rubrik di media massa sangat kental dengan upaya komersialisasi. Sosok idealisme nyaris tidak tercermin dalam tampilan media massa saat ini. Sebagai dampak dari komersialisasi yang berlebihan dalam media massa saat ini, eksploitasi terhadap semua hal yang mampu membangkitkan minat orang untuk menonton atau membaca pun menjadi sajian sehari-hari.

Ide tentang kebebasan pers yang kemudian menjadi sebuah akidah pelaku industri pers di Indonesia. Ada dua pandangan besar mengenai kebebasan pers ini. Satu sisi, yaitu berlandaskan pada pandangan naturalistik atau libertarian, dan pandangan teori tanggung jawab sosial.

Menurut pandangan libertarian, semenjak lahir manusia memiliki hak-hak alamiah yang tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun, termasuk oleh pemerintahan. Dengan asumsi seperti ini, teori libertarian menganggap sensor sebagai kejahatan. Hal ini dilandaskan pada tiga argumen. Pertama, sensor melanggar hak alamiah manusia untuk berekspresi secara bebas. Kedua, sensor memungkinkan tiran mengukuhkan kekuasaannya dengan mengorbankan kepentingan orang banyak. Ketiga, sensor menghalangi upaya pencarian kebenaran. Untuk menemukan kebenaran, manusia membutuhkan akses terhadap informasi dan gagasan, bukan hanya yang disodorkan kepadanya.

Kebebasan pers sekarang yang dipimpin presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, negara dan bangsa kita membutuhkan kebebasan pers yang bertanggung jawab (free and responsible press). Sebuah perpaduan ideal antara kebebasan pers dan kesadaran pengelola media massa (insan pers), khususnya untuk tidak berbuat semena-mena dengan kemampuan, kekuatan serta kekuasaan media massa (the power of the press). Di bawah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, kebebasan pers Indonesia idealnya dibangun di atas landasan kebersamaan kepentingan pengelola media, dan kepentingan target pelayanannya, tidak peduli apakah mereka itu mewakili kepentingan negara (pemerintah), atau kepentingan rakyat.

Dalam kerangka kebersamaan kepentingan dimaksud, diharap aktualisasi kebebasan pers nasional kita, tidak hanya akan memenuhi kepentingan sepihak, baik kepentingan pengelola (sumber), maupun teratas pada pemenuhan kepentingan sasaran (publik media).

Pers harus tanggap terhadap situasi publik, karena ketidakberdayaan publik untuk mengapresiasikan pendapatnya kepada pemimpin pers harus berperan sebagai fasilitator untuk dapat mengapresiasikan apa yang diinginkan publik terhadap pemimpinnya dapat terwujud.

 


Leave a comment

PERS DI INDONESIA

PERKEMBANGAN PERS DI INDONESIA

Negara demokrasi adalah negara yang mengikutsertakan partisipasi rakyat dalam pemerintahan serta menjamin terpenuhinya hak dasar rakyat dalam kehidupan berbangsa, dan bernegara. Salah satu hak dasar rakyat yang harus dijamin adalah kemerdekaanmenyampaikan pikiran, baik secara lisan maupun tulisan. Pers adalah salah satu sarana bagi warga negara untuk mengeluarkan pikiran dan pendapat serta memiliki peranan penting dalam negara demokrasi. Pers yang bebas dan bertanggung jawab memegang peranan penting dalam masyarakat demokratis dan merupakansalah satu unsur bagi negara dan pemerintahan yang demokratis. Menurut Miriam Budiardjo, bahwa salah satu ciri negara demokrasi adalah memiliki pers yang bebas dan bertanggung jawab.

A.  Pengertian Pers

Ada 2 pengertian tentang pers, yaitu sbb :

  1. dalam arti sempit ; Pers adalah media cetak yang mencakup surat kabar, koran,majalah, tabloid, dan buletin-buletin pada kantor berita.
  2. Dalam arti luas ; Pers mencakup semua media komunikasi, yaitu media cetak, mediaaudio visual, dan media elektronik. Contohnya radio, televisi, film, internet, dsb.

B.   Sejarah perkembangan pers dunia (Eropa)

Sejarah perkmbangan pers di dunia khusunya di eropa tak pernah jauh merupakancerminan dari pada zaman Romawi dan ditandai dengan lahir wartawan-wartawan pertama. Wartawan-wartwan ini terdri atas budaj-budak belian yang leh pemiliknya diberitugas mengumpulkan informasi, berita-berita, bahkan juga menghadiri sidang-sidangsenat dan melaporkan semua hasilnya baik secara lisan maupun tulisan. Surat kabar cetakan pertama baru terbit pada tahun 911 di Cina. Namanya King Pau,Surat kabar milik pemerintah yang diterbitkan dengan suatu peraturan khusus dari Kaisar Quang Soo ini, isinya adalah keputusan-keputusan rapat-rapat permusyawaratan dan berita-berita dari istana Di Eropa, sebenarnya surat kabar cetakan terbit untuk pertama kalinya dan siapa penerbitnya, tidak begitu jelas. Tetapi pada thaun 1605 Abraham Verhoeven diAntwerpen Belgia, mendapat izin untuk mencetak Nieuwe Tihdininghen. Baru pada tahun1617 selebaran ini terbit dengan teratur yaitu 8-9 hari seklai. Tahun 1602 sudah memakinomor urut dan nama yang tetap Nieuwe Tijdininghem. Di Jerman, terbit surat kabar pertama bernama Avisa Relation Order Zeitung pada 1609. pada tahun yang sama juga terbit surat kabar Relations di Strassburg. Surat kabar iniditerbitkan oleh Johan Carolus. Di Belanda, surat kabar tertua bernama Coyrante uytItalien en Duytschland terbit pada 1618. surat kabar ini diterbitkan oleh Caspar VanHilten di Amsterdam. Di Inggris, surat kabar pertama bernama Curant of General newsterbit pada 1662. Di Perancis, pemerintah menerbitkan surat kabar Gasete de France pada1631. di Itali sudah ada surat kabar pada 1636.2 C.Perkembangan Pers di Indonesia Sejarah perkembangan pers di Indonesia tidak terlepas dari sejarah politik Indonesia.Pada masa pergerakan sampai masa kemerdekaan, pers di Indonesia terbagi menjadi 3golongan, yaitu pers Kolonial, pers Cina, dan pers Nasional. 1. Pers Kolonial adalah pers yang diusahakan oleh orang-orang Belanda di Indonesia pada masa kolonial/penjajahan. Jurnalistik pers mulai dikenal pada abar 18,tepatnya pada 1744, ketika sebuah surat kabar berama Bataviasche Nouvellesditerbitkan dengan penguaaan orang-orang Belanda. Pada tahun 1776 , juga diJakarta, tebit surat kabar Vendu Views yang mengutamakan diri pada berita pelelangan. Menginjak abad ke 19, terbit berbagai surat kabar lainnya yangkesemuanya masih dikelola oleh orang-orang Belanda. Pers kolonial meliputisurat kabar, majalah, dan koran berbahasa Belanda, daerah atau Indonesia yang bertujuan membela kepentingan kaum kolonialis Belanda. 2. Pers Cina adalah pers yang diusahakan oleh orang-orang Cina di Indonesia. PersCina meliputi koran-koran, majalah dalam bahasa Cina, Indonesia atau Belandayang diterbitkan oleh golongan penduduk keturunan Cina. 3.Pers Nasional adalah pers yang diusahakan oleh orang-orang Indonesia terutamaorang-orang pergerakan dan diperuntukkan bagi orang Indonesia. Pers ini bertujuan memperjuangkan hak-hak bangsa Indonesia di masa penjajahan.Tirtohadisorejo atau Raden Djokomono, pendiri surat kabar mingguan MedanPriyayi yang sejak 1910 berkembang menjadi harian, dianggap sebagai tokoh pemrakarsa pers Nasional. Sedangkan surat kabar pertama sebagai untuk kaum pribumi dimulai pada 1854 ketikamajalah Bianglala diterbtikan, disusul oleh Bromartani pada 1885, kedua di Weltevreden,dan pada tahun 1856 terbit Soerat Kabar bahasa Melajoe di Surabaya. Sejarah jurnalistik pers pada abad 20, ditandai dengan munculnya surat kabar pertamamilik bangsa Indonesia, namanya Medan Prijaji, terbit di Bandung. Surat kabar iniditerbitkan dengan modal dari bangsa Indonesia untuk Indonesia. Medan Prijaji yangdimiliki dan dikelola oleh Tirto Hadisuryo alias Raden Mas Djikomono ini pada mulanya,1907, terbentuk mingguan. Baru tiga minggu kemudian, 1910 berubah menjadi harian.Tirto Hadisurjo inilah yang dianggap sebagai pelopor yang meletakan dasar-dasar  jurnalistik modern di Indonesia, baik dalam cara pemberitaan maupun dalam cara pembuatan karangan dan ikatan. Setelah proklamasi kemerdekaan, 1945, pers Indonesia menikmati masa bulan madu.Di Jakarat dan di berbagai kota, bermunculan surat kabar baru, pada masa ini, persnasional bias disebut meujukan jatidirinya sebagai pers perjuangan. Orientasi metekahanya bagaiaman mengamankan dan mengisi kekosongan kemerdekaan. Lain tidak. Bagi pers saat itu, tidak ada tugas yang mulia kecuali mengibarkan merah peutih setinggi-tingginya.

  1. Tahun 1945 – 1950-an

Pada masa ini, pers sering disebut sebagai pers perjuangan. Pers Indonesia menjadisalah satu alat perjuangan untuk kemerdekaan bangsa Indonesia. Beberapa harisetelah teks proklamasi dibacakan Bung Karno, terjadi perebutan kekuasaan dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat, termasuk pers. Hal yang diperebutkanterutama adalah peralatan percetakan. Pada bulan September-Desember 1945, kondisi pers RI semakin kuat, yang ditandaioleh mulai beredarnya koran Soeara Merdeka (Bandung), Berita Indonesia (Jakarta) Merdeka, Independent, Indonesian News Bulletin, Warta Indonesia, dan The Voice of Free Indonesia.

  1. Tahun 1950 – 1960-an

Pers pada masa ini lebih banyak memerankan diri sebagai corong atau terompet partai- partai politik besar. Era inilah yang disebut era pers partisan. Dalam era ini pers Indonesia terjebak dalam pole sekterian. Secara filosofis pers tidak lagi mengabdikepada kebenaran untuk rakyat, melainkan kepada kemenangan untuk pejabat partai. Sejak Dekrit Presiden 1 Juli 1959, pers nasional memasuki masa gelap gulita, setiap perusahaan penerbitan pers diwajibkan memiliki surat izin terbit (SIT). Lebih parahlagi, setiap surat kabar diwajibkan menginduk (berafiliasi) pada organisasi politik atauorganisasi massa. Masa ini merupakan masa pemerintahan parlementer atau masa demokrasi liberal.Pada masa demokrasi liberal, banyak didirikan partai politik dalam rangkamemperkuat sistem pemerintah parlementer. Pers, pada masa itu merupakan alat propaganda dari Par-Pol. Beberapa partai politik memiliki media/koran sebagaicorong partainya. Pada masa itu, pers dikenal sebagai pers partisipan.

  1. Tahun 1970-an

Orde baru mulai berkuasa pada awal tahun 1970-an. Pada masa itu, pers mengalamidepolitisasi dan komersialisasi pers. Pada tahun 1973, Pemerintah Orde Barumengeluarkan peraturan yang memaksa penggabungan partai-partai politik menjaditiga partai, yaitu Golkar, PDI, dan PPP. Peraturan tersebut menghentikan hubungan partai-partai politik dan organisasi massa terhadap pers sehingga pers tidak lagimendapat dana dari partai politik.

  1. Tahun 1980-an

Pada tahun 1982, Departemen Penerangan mengeluarkan Peraturan MenteriPenerangan No. 1 Tahun 1984 tentang Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP).Dengan adanya SIUPP, sebuah penerbitan pers yang izin penerbitannya dicabut olehDepartemen Penerangan akan langsung ditutup oleh pemerintah. Oleh karena itu, perssangat mudah ditutup dan dibekukan kegiatannya. Pers yang mengkritik pembangunan dianggap sebagai pers yang berani melawan pemerintah. Pers sepertiini dapat ditutup dengan cara dicabut SIUPP-nya.

  1. Tahun 1990-an

Pada tahun 1990-an, pers di Indonesia mulai melakukan repolitisasi lagi. Maksudnya, pada tahun 1990-an sebelum gerakan reformasi dan jatuhnya Soeharto, pers diIndonesia mulai menentang pemerinah dengan memuat artikel-artikel yang kritisterhadap tokoh dan kebijakan Orde Baru. Pada tahun 1994, ada tiga majalahmingguan yang ditutup, yaitu Tempo, DeTIK, dan Editor.

  1. Masa Reformasi (1998/1999) – sekarang

Seperti biasa, setiap kali suatu rezim tumbang, disitulah pers menikmati masa bulanmadu. Kelahiran orde reformasi sejak pukul 12.00 siang, kamis 21 Mei 1998 setelahSuharto menyerahkan jabatan presiden kepada wakilnya B.J. Habibie, disambutdengan suka cita. Terjadilah euphoria di mana-mana. Kebebasan jurnalistik berubahsecar drastis menjadi kemerdekaan jurnalistik, Departemen Penerangan sebagaimalaikat pencabut nyawa pers, dengan serta merta dibubarkan. Dalam era reformasi, kemerdekaan pers benar-benar dijamin dan senantiasadiperjuangkan untuk diwujudkan. Pada masa ini terbentuk UU Nomor 40 Tahun 1999tentang Pers. Era reformasi ditandai dengan terbukanya keran kebebasan informasi.Di dunia pers, kebebasan itu ditunjukkan dengan dipermudahnya pengurusan SIUPPSebelum tahun 1998, proses untuk memperoleh SIUPP melibatkan 16 tahap, tetapidengan instalasi Kabinet BJ. Habibie proses tersebut melibatkan 3 tahap saja. Semua komponen bangsa memilki komitmen yang sama: pers harus hidup danmerdeka. Hidup menurut kaidah manajamen dan perusahaan sebagai lembagaekonomi. Merdeka menurut kaidah demokrasi, hak asasi manusia, dan tentu sajasupemasi hukum. Berdasarkan perkembangan pers tersebut, dapat diketahui bahwa pers di Indonesia senantiasa berkembang dan berubah sejalan dengan tuntutan perkembangan zaman. Pers di Indonesia telah mengalami beberapa perubahan identitas. Adapun perubahan-perubahan tersebut adalah sbb :

  1. Tahun 1945-an, pers di Indonesia dimulai sebagai pers perjuangan.
  2. Tahun 1950-an dan tahun 1960-an menjadi pers partisan yang mempunyai tujuansama dengan partai-partai politik yang mendanainya.
  3. Tahun 1970-an dan tahun 1980-an menjadi periode pers komersial, dengan pencariandana masyarakat serta jumlah pembaca yang tinggi
  4. Awal tahun 1990-an, pers memulai proses repolitisasi.

Dalam kebebasan pers atau kemerdekaan informasi menurut jalan fikiran Karl Kraus itu tidak boleh dibatasi oleh wilayah kekuasaan Negara. Ia bebas melintasi batas-batas kedaulatan semua Negara (frontier) tanpa hambatan politik, ekonomi, social, budaya dan sistem hukum di masing-masing Negara, khususnya yang mengakui kebijakan imprimatur. Dewasa ini warisan pemikiran Kraus tersebut, seakan-akan terus hidup dan berkembang, kian menjadi wacana demokrasi dan kebebasan menyampaikan dan memperoleh informasi. Semua itu sudah menjadi sebuah HAM di seluruh Negara, sehingga dapat menjadi bagian penting dari system hukum, konstitusi dan kehidupan politik dalam masyarakat. Di Indonesia, misalnya ada pasal 28 UUD 1945 yang telah diamandemenkan sedemikian rupa, sehingga kebebasan informasi dan atau kemerdekaan pers serta kemerdekaan politik untuk mendapatkan kepada sumber-sumber informasi yang diperlukan secara konstitusional sudah terjamin. Implementasi pasal 28 UUD 1945, mengandung penafsiran bahwa yang diamanatkan oleh pasal 28 UUD 1945 adalah undang-undang yang menetapkan kebebasan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan fikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya. Dilain pihak muncul penafsiran yang menyatakan bahwa pasal 28 UUD 1945 itu bukan untuk menetapkan kebebasan pers tetapi justru mengatur peraturan perundang-undangan apa saja yang harus diciptakan dalam rangka mengatur selebar apa ruang lingkup kebebasan pers yang terutama dikehendaki oleh pemerintah. Disamping peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan iplementasi kemerdekaan mengeluarkan pikiran dengan tulisan seperti ditetapkan oleh pasal 28 UUD 1945 yang tertuang juga dalam Kode Etik Jurnalistik (KEJ), Kode Etik Perusahaan Pers serta Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia. Kendati UUD 1945 menjamin adanya kebebasan di Indonesia tidaklah berarti bahwa kebebasan yang dianut itu tanpa batas. Batasan tersebut sekaligus mengatur sejauhmana tanggung jawab pers Indonesia. Kalimat ditetapkan dengan Undang Undang yang tertera dalam pasal 28 UUD 1945 memberi peluang kepada pembuat undang-undang untuk menjadikannya sebagai pembatas kebebasan pers sampai tingkat nadir, seperti yang terjadi pada masa Orde Lama (Orla) dan Orde Baru (Orba). Sehingga untuk dapat dikategorikan sebagai pers yang sehat, pers di samping bebas harus bertanggung jawab, yakni dapat melaksanakan fungsi :

  • Melakukan kontrol sosial yang konstruktif.
  • Menyalurkan aspirasi masyarakat.
  • Meluaskan komunikasi dan partisipasi masyarakat.

Sementara itu, Dewan Pers mengklasifikasikan pers macam apa saja yang dapat dikatakan sehat, adalah:

  • Pers yang mempunyai komitmen terhadap kepentingan nasional, tidak berhadap-hadapan dengan pemerintah dan masyarakat.
  • Pers yang jika memuat hal-hal yang negatif tentang masyarakat atau pemerintah, tetap memperhatikan nilai-nilai kepribadian dan kebudayaan seperti menjunjung kesopanan, proporsional dan menggunakan bahasa yang tidak menusuk perasaan.
  • Tidak boleh menghasut, menghina atau menggunakan kata-kata yang mengandung insinuasi, memfitnah, mencemarkan nama pribadi seseorang, mengorbankan sensasi serta mengundang spekulasi.

Jadi yang dimaksud dengan pers yang sehat itu tidak hanya menyangkut masalah manajemen usahanya saja, akan tetapi termasuk aspek keredaksiannya. Sehingga kita harus bisa menilai dan menggunakan paradigma baru, dalam kemasan fikiran baru, supaya kebebasan pers tidak membungkam daya kreatifitas dan suara nuarani rakyat. Sebaliknya, jika kebebasan pers dibungkam serta pemerintah setara masuk dalam lingkungannya, yang secara tegas mengintervensi terhadap pers, niscaya iklim reformasi dalam pers Indonesia harapannya masih jauh untuk membangun citra pers Indonesia baru yang dilandasi kehidupan masyarakat madaniah yang penuh toleran dan selalu seiring sejalan. Awal reformasi 1999, lahir pers bebas di bawah kebijakan pemerintahan BJ. Habibie,yang kemudian diteruskan pemerintahan Abdurrahman Wahid dan MegawatiSoekarnoputri, hingga sekarang ini.


Leave a comment

Budaya Politik

Budaya politik merupakan pola perilaku suatu masyarakat dalam kehidupan benegara, penyelenggaraan administrasi negara, politik pemerintahan, hukum, adat istiadat, dan norma kebiasaan yang dihayati oleh seluruh anggota masyarakat setiap harinya. Budaya politik juga dapat di artikan sebagai suatu sistem nilai bersama suatu masyarakat yang memiliki kesadaran untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan kolektif dan penentuan kebijakan publik untuk masyarakat seluruhnya.

Bagian-bagian budaya politik

Secara umum budaya politik terbagi atas tiga :

  1. Budaya politik apatis (acuh, masa bodoh, dan pasif)
  2. Budaya politik mobilisasi (didorong atau sengaja dimobilisasi)
  3. Budaya politik partisipatif (aktif)

Tipe-tipe Budaya politik

  • Budaya politik parokial yaitu budaya politik yang tingkat partisipasi politiknya sangat rendah. Budaya politik suatu masyarakat dapat di katakan Parokial apabila frekuensi orientasi mereka terhadap empat dimensi penentu budaya politik mendekati nol atau tidak memiliki perhatian sama sekali terhadap keempat dimensi tersebut. Tipe budaya politik ini umumnya terdapat pada masyarakat suku Afrika atau masyarakat pedalaman di Indonesia. dalam masyarakat ini tidak ada peran politik yang bersifat khusus. Kepala suku, kepala kampung, kyai, atau dukun,yang biasanya merangkum semua peran yang ada, baik peran yang bersifat politis, ekonomis atau religius.
  • Budaya politik kaula (subjek),yaitu budaya politik yang masyarakat yang bersangkutan sudah relatif maju baik sosial maupun ekonominya tetapi masih bersifat pasif. Budaya politik suatu masyarakat dapat dikatakan subyek jika terdapat frekuensi orientasi yang tinggi terhadap pengetahuan sistem politik secara umum dan objek output atau terdapat pemahaman mengenai penguatan kebijakan yang di buat oleh pemerintah. Namun frekuensi orientasi mengenai struktur dan peranan dalam pembuatan kebijakan yang dilakukan pemerintah tidak terlalu diperhatikan. Para subyek menyadari akan otoritas pemerintah dan secara efektif mereka di arahkan pada otoritas tersebut. Sikap masyarakat terhadap sistem politik yang ada ditunjukkan melalui rasa bangga atau malah rasa tidak suka. Intinya, dalam kebudayaan politik subyek, sudah ada pengetahuan yang memadai tentang sistem politik secara umum serta proses penguatan kebijakan yang di buat oleh pemerintah.
  • Budaya politik partisipan,yaitu budaya politik yang ditandai dengan kesadaran politik yang sangat tinggi. Masyarakat mampu memberikan opininya dan aktif dalam kegiatan politik. Dan juga merupakan suatu bentuk budaya politik yang anggota masyarakatnya sudah memiliki pemahaman yang baik mengenai empat dimensi penentu budaya politik. Mereka memiliki pengetahuan yang memadai mengenai sistem politik secara umum, tentang peran pemerintah dalam membuat kebijakan beserta penguatan, dan berpartisipasi aktif dalam proses politik yang berlangsung. Masyarakat cenderung di arahkan pada peran pribadi yang aktif dalam semua dimensi di atas, meskipun perasaan dan evaluasi mereka terhadap peran tersebut bisa saja bersifat menerima atau menolak.

Budaya politik yang berkembang di indonesia

Gambaran sementara tentang budaya politik Indonesia, yang tentunya haruus di telaah dan di buktikan lebih lanjut, adalah pengamatan tentang variabel sebagai berikut :

  • Konfigurasi subkultur di Indonesia masih aneka ragam, walaupun tidak sekompleks yang dihadapi oleh India misalnya, yang menghadapi masalah perbedaan bahasa, agama, kelas, kasta yang semuanya relatif masih rawan/rentan.
  • Budaya politik Indonesia yang bersifat Parokial-kaula di satu pihak dan budaya politik partisipan di lain pihak, di satu segi masa masih ketinggalan dalam mempergunakan hak dan dalam memikul tanggung jawab politiknya yang mungkin di sebabkan oleh isolasi dari kebudayaan luar, pengaruh penjajahan, feodalisme, bapakisme, dan ikatan primordial.
  • Sikap ikatan primordial yang masih kuat berakar, yang di kenal melalui indikatornya berupa sentimen kedaerahan, kesukaan, keagamaan, perbedaan pendekatan terhadap keagamaan tertentu; purutanisme dan non puritanisme dan lain-lain.
  • kecendrungan budaya politik Indonesia yang masih mengukuhi sikap paternalisme dan sifat patrimonial; sebagai indikatornya dapat di sebutkan antara lain bapakisme, sikap asal bapak senang.
  • Dilema interaksi tentang introduksi modernisasi (dengan segala konsekuensinya) dengan pola-pola yang telah lama berakar sebagai tradisi dalam masyarakat.

Budaya Politik di Indonesia

  • Hirarki yang Tegar/Ketat

Masyarakat Jawa, dan sebagian besar masyarakat lain di Indonesia, pada dasarnya bersifat hirarkis. Stratifikasi sosial yang hirarkis ini tampak dari adanya pemilahan tegas antara penguasa (wong gedhe) dengan rakyat kebanyakan (wong cilik). Masing-masing terpisah melalui tatanan hirarkis yang sangat ketat. Alam pikiran dan tatacara sopan santun diekspresikan sedemikian rupa sesuai dengan asal-usul kelas masing-masing. Penguasa dapat menggunakan bahasa ‘kasar’ kepada rakyat kebanyakan. Sebaliknya, rakyat harus mengekspresikan diri kepada penguasa dalam bahasa ‘halus’. Dalam kehidupan politik, pengaruh stratifikasi sosial semacam itu antara lain tercemin pada cara penguasa memandang diri dan rakyatnya.

  • Kecendrungan Patronage

Pola hubungan Patronage merupakan salah satu budaya politik yang menonjol di Indonesia.Pola hubungan ini bersifat individual. Dalam kehidupan politik, tumbuhnya budaya politik semacam ini tampak misalnya di kalangan pelaku politik. Mereka lebih memilih mencari dukungan dari atas daripada menggali dukungn dari basisnya.

  • Kecendrungan Neo-patrimonisalistik

Salah satu kecendrungan dalam kehidupan politik di Indonesia adalah adanya kecendrungan munculnya budaya politik yang bersifat neo-patrimonisalistik; artinya meskipun memiliki atribut yang bersifat modern dan rasionalistik zeperti birokrasi, perilaku negara masih memperlihatkan tradisi dan budaya politik yang berkarakter patrimonial.

Ciri-ciri birokrasi modern:

  • Adanya suatu struktur hirarkis yang melibatkan pendelegasian wewenang dari atas ke bawah dalam organisasi
  • Adanya posisi-posisi atau jabatan-jabatan yang masing-masing mempunyai tugas dan tanggung jawab yang tegas
  • Adanya aturan-aturan, regulasi-regulasi, dan standar-standar formalyang mengatur bekerjanya organisasi dan tingkah laku anggotanya
  • Adanya personel yang secara teknis memenuhi syarat, yang dipekerjakan atas dasar karier, dengan promosi yang didasarkan pada kualifikasi dan penampilan.